Cirebon, Dian Umbara Tegal. Seiring banyak munculnya kelompok Islam baru yang menyangsikan tradisi keagamaan di Indonesia, jamiyah Nahdlatul Ulama (NU) tetap berkomitmen untuk mewujudkan masyarakat Islam yang cerdas. Ciri masyarakat Islam yang cerdas adalah mampu membedakan antara syariat agama dan budaya, maka NU harus menempati posisi tersebut sebagai jamiyah yang mengakomodir dan menghargai budaya lokal.
Demikian dipaparkan oleh Buya KH. Syakur Yasin, pengasuh pesantren Candang Pinggan, Indramayu, saat mendapatkan kesempatan pertama untuk menyampaikan materi dalam Seminar Ahlus Sunnah Wal-Jamaah (Aswaja) yang digelar oleh Pimpinan Cabang GP Ansor Kabupaten Cirebon di Aula Pesantren Majelis Tarbiyah Hidayatul Mubtadiin (MTHM) Ketitang, Cirebon. Jumat (28/6).
| NU Selalu Akomodir Budaya Lokal (Sumber Gambar : Nu Online) |
NU Selalu Akomodir Budaya Lokal
Banyak sekali golongan yang mengritik bahkan menyepelekan tradisi keagamaan Islam di Indonesia, mereka mudah sekali menyebut bidah kepada sesuatu yang menurutnya tidak diajarkan oleh nabi. Inilah ciri masyarakat muslim yang tidak cerdas, karena muslim yang cerdas harus bisa membedakan mana syariat dan mana budaya, oleh karena itu NU harus tetap sebagai muslim yang cerdas yang bisa mengakomodir budaya lokal, papar Buya Syakur.Lebih lanjut lagi dia menjelaskan bahwa pengertian ahlus sunnah wal-jamaah dalam NU harus berbasis pada penjagaan tradisi budaya lokal, hal ini didasarkan pada kenyataan maraknya kelompok non-NU yang juga mengakui dirinya sebagai kelmpok berpemahaman Aswaja, namun nyatanya mereka tetap saja mengkafirkan umat muslim menjalankan tradisi budaya lokal yang sudah mereka anut secara turun temurun.
Dian Umbara Tegal
NU tidak boleh mendefinisikan aswaja dengan pengertian yang susah dicerna masyarakat luas, sebab Aswaja juga seolah diperebutkan oleh kelompok yang gemar mengkafirkan sesama muslim, padahal ini berseberangan dengan sejarah kelahiran paham Aswaja sebagai golongan yang mengambil jalan tengah, aswaja NU adalah pemahaman yang menghargai tradisi tahlil, marhabanan, muludan, dan lainnya, tambah kiai Syakur.Seminar yang dipadati oleh ratusan peserta ini merupakan bagian dari rangkaian peringatan Haul KH Salwa Yasin, KH Asror Hasan, KM Adnan Amin, serta Imtihan yang ke-35 pesantren MTHM Ketitang, Cirebon. Selain Buya Syakur, hadir pula pembicara lain, di antaranya adalah Dr. KH Wawan Arwani Syaerozie, Prof. Dr. KH Chozin Nasuha, serta ketua PC GP Ansor Kabupaten Cirebon, KH Faris Fuad Hasyim.
Dian Umbara Tegal
Redaktur : A. Khoirul AnamKontributor: Sobih Adnan
Dari (Daerah) Nu Online: http://www.nu.or.id/post/read/45460/nu-selalu-akomodir-budaya-lokal

EmoticonEmoticon